CERITA KIMIA "KISAH SANG URANIUM"
KISAH SANG URANIUM
Suatu hari, di musim salju yang
kira-kira suhunya sekitar 3 derajat celcius - menurut termometer celcius - pada
tahun 1829. ini adalah tahun keempat
bagiku dapat menikmati musim salju setelah aku ditemukan oleh 2 Ilmuwan Carl Jacob Löwig dan Antoine Jerome Balard pada tahun 1825.
semua unsur menikmati musim salju, namun ada beberapa jenis unsur tidak
menikmati musim salju. Karena, mereka memiliki titik leleh yang tinggi dan
mereka tak menyukai salju. Sebut saja mereka seperti astatin, iodin dan
lain-lain.
Hari
itu adalah hari minggu. Bagiku, hari itu sangat membosankan. Karena, hari
minggu sekolah kami libur ditambah lagi cuaca yang tidak mendukung dan
bersalju. Untuk melepaskan kebosananku, aku mencoba untuk menonton televisi.
Aku berharap, dengan menonton televisi, kebosananku bisa hilang. Aku coba
mencari siaran yang mengasikkan untuk ditonton, namun, aku tak menemukan
satupun program yang menyenangkan. Tanpa menyerah, aku terus berusaha mencari
siaran yang cocok. Tanpa sengaja terlintas sebuah berita yang membuat tanganku
terhenti untuk mencari program yang lain. Aku mencoba mendengarkan dengan baik
dengan memasang konsetrasi penuh pada berita itu. Dalam berita tersebut
disampaikan bahwa, Bangsa Radon mulai memadati Ibukota Negeri untuk mengenang
100 tahun bom atom yang memusnahkan hampir seluruh Bangsa Radon. Terlintas
dalam benakku pada saat itu
“kenapa negara yang sehebat itu, bisa
mengalami kejadian tersebut?”
“siapa yang melakukan ini semua?”
Ketika aku sedang asiknya mendengar berita
tersebut, terdengar dari jauh suara yang memanggil namaku,
“brom!
Brom! Bromm!”
Rupanya, itu adalah suara Ibuku yang
memanggilku di dapur ,
“ Iya
bu, sebentar”. Seruku.
Brom adalah nama panggilanku, aku memiliki
nama panjang Bromium. Aku berasal dari Negeri Halogen periode ke 3 blok p,
memiliki jumlah elektron sebanyak 35 elektron, jari-jari atomku berkisar 115 pm, keelektronegatifanku 2.96 (skala Pauling).
Aku mempunyai titik leleh dan titik didih berturut-turut -7,2 dan 59 derajat
celcius.
Dengan segera aku menuju dapur dan
meninggalkan televisi. Di sana tampaklah Ibuku yang sedang asiknya memasak di
dapur. Dengan cepat aku menjumpainya.
“Ada
apa bu, memanggilku?” tanyaku.
“Ni,
kitakan sudah kehabisan kayu bakar, jadi Ibu minta tolong sama kamu beli kayu
bakar di Negeri IVA periode 2, di sana ada penjual kayu bakar bernama Karbon.
Nama tokonya 'Pak Karbon'.” kata Ibuku padaku.
“Oke
bu, berapa ikat dibeli bu?” jawabku.
Dengan sedikit berpikir, Ibu menjawab
“ Beli
saja 5 ikat, harganya kira-kira 20 ribu per 5 ikat”
“Ya
bu” jawabku dengan tegas.
Dengan segera aku pergi ke Negeri IVA
periode 2. Negeri itu tidak terlalu jauh dari Negeri ku. Jarak Negeri Halogen -Negeriku
sekarang- dengan Negeri IVA kira-kira 5 menit perjalanan dengan berjalan kaki
dan 2 menit dengan kendaraan. Aku memilih berjalan kaki, karena menurutku,
berjalan kaki dapat dapat merasakan langsung salju yang berada di bawah kakiku.
Setelah aku berjalan kaki lebih kurang
5 menit, akhirnya aku sampai di Negeri IVA. Di sana aku mulai mencari-cari di
mana toko Pak Karbon. Aku mencoba mencari-cari ke sana kemari, namun hasilnya,
aku belum menemukan di mana toko Pak Karbon. Karena sudah lelah mencari di mana
toko itu. Aku mencoba bertanya kepada salah satu unsur semikonduktor pada
elektronika yaitu Silikon
(Si) yang memiliki golongan IVA, periode 3, berjari-jari 26 pm, energi ionisasi
789 kJ/mol, keelektronegatifan 1,8 dan memiliki jumlah elektron 14.
“Pak,
Bapak tau di mana toko Pak Karbon si penjual kayu bakar?” tanyaku dengan muka
yang lelah.
“Oh,
si penjual kayu itu, tokonya tak jauh dari sini hanya sekitar 1 mil lagi. Jadi
kamu jalan lurus saja terus, nanti di sana ada toko yang namanya 'Pak Karbon'.”
jawab Pak silikon dengan tersenyum.
“Oke
Pak, terimakasih banyak ya Pak!” ucapku dengan hati yang senang.
“Ya
sama-sama, semoga kamu beruntung!”. Ujarnya dengan wajah ketawa sambil
melambaikan tangan.
Aku
mulai berjalan lurus sesuai dengan petunjuk Pak silikon. Setelah aku berjalan
kira-kira 1 mil, akhirnya, aku menemukan toko yang bernama 'Pak Karbon'. Aku
merasa senang, karena tujuanku telah ditemukan.
Dengan
melangkahkan satu kaki, aku masuk ke dalam toko. Tokonya tidak terlalu besar,
di sana banyak rak-rak kayu yang sudah tua dan tumpukkan kayu di atasnya.
Suasana dalam toko sangat sunyi dan serasa di masa lalu, tidak ada satu
orangpun di dalamnya.
“Halo!
ada orang di sini?” tanyaku dengan suara yang besar. Tidak ada suara balasan
yang terdengar.
“Halo!
Ada orang di sini?” tanyaku dengan suara yang lebih besar.
“Ya,
sebentar!” suara balasan dari dalam ruangan.
Tak
lama kemudian, tampak dari kejauhan seorang kakek tua yang umurnya lebih kurang
78 tahun keluar menggunakan tongkat kayu yang sangat kasar dan tua. Kakek
Karbon [C] memiliki massa atom 12,01, nomor atom 6 dan waktu paruh yang sangat
lama kira-kira 5.750 ± 40 tahun.
“Pak,
maaf! Maksudnya Kakek. Kek, bisa beli kayu bakar 5 ikat kek?” tanyaku dengan
perasaan yang sedikit malu.
“Tunggu
sebentar disini!” jawabnya dengan wajah yang lesu.
Tak
lama kemudian, Kakek Karbon menghilang dalam kegelapan dan masuk menuju ke
belakang toko. Sambil menunggu, aku keluar dari dalam toko untuk duduk. Di
depan toko, tampak seorang Kakek yang sangat sudah tua dan bahkan lebih tua
dari Kakek Karbon. Dengan baju yang lusuh dan kotor dengan tongkat kayunya dia
duduk diam dengan wajah kedepan menatap jalanan. Kakek ini memiliki massa
238,0, jumlah elektron 92, memiliki jari-jari 196 ± 7 pm dan tampaknya Kakek
ini berasal dari golongan unsur radioaktif.
“Kek,
boleh aku duduk di sini?” tanya ku dengan suara yang pelan dan lembut.
Dengan
kaku, Kakek itu menjawab dengan mengangguk wajahnya satu kali.
Aku
merasa sangat aneh berada di sampingnya. Karena, dia terus diam tanpa bicara
sedikitpun dan dia terus menatap ke depan tanpa memalingkannya.
“Kakek
di sini nunggu siapa Kek?” tanyaku dengan sangat penasaran.
Kakek
itu memalingkan wajahnya.
“Sudah
berapa lama Kakek berada disini?”
Tanpa
diduga, dia menjawab suara yang sangat kecil dan serak,
“Sudah
3 hari disini.”
Aku
terkejut ketika mendengar perkataan Kakek itu. Karena, tidak mungkin ada kakek-kakek
yang berkelana di musim salju seperti ini.
“Boleh
tahu Kek, Kakek berasal dari Negeri apa? Karena tampaknya Kakek bukan berasal
dari Negeri IVA maupun Negeri Halogen.” tanyaku dengan suara yang sopan.
Dengan
wajah yang kaku dan terus menatap ke depan, dia menjawab
“ Dari
Negeri Aktinida.”
Aku
sangat terkejut, karena Bangsa ini sulit di temukan dan sangat jauh dari Negeri
IVA maupun Negeri Halogen.
“Boleh
tahu Kek, nama kakek siapa?” tanyaku.
“Uranium
[U]”jawabnya.
Aku
sudah menduganya, bahwa Kakek ini Uranium. Karena tubuh Kakek ini terus
memancarkan cahaya yang berwarna sedikit kebiruan.
Untuk
menghilangkan rasa penasaranku, aku menanyakan lagi
“Kakek
ada keperluan apa kesini?”
Tiba-tiba
sang kakek memalingkan wajahnya dan menatapku dengan sangat serius. Dan berkata,
“Untuk
menghindar dari manusia yang ingin memanfaatkanku untuk hal kehancuran.”
“Emang,
manusia mau membuat apa dengan menggunakan bahan dasar Kakek?” tanyaku lagi dengan
penasaran.
Tapi, si kakek tak
menjawab pertanyaanku, malah, ia menanyakan yang lain kepadaku
“Kau
tahu cerita tentang bom atom di Bangsa Radon 100 tahun yang lalu?” tanya kakek
“Tahu
Kek” jawabku dengan tersenyum.
“Itu
adalah salah satu dari isotopku yang digunakan bangsa Radon untuk membuat
sebuah penghancur yang luar biasa yang disebut bom atom. Dan kini mereka sedang
mencari aku untuk di jadikan bahan dasar uji coba di Padang Sahara pada bulan Oktober
nanti. Dan aku tak mau menjadi bahan baku lagi untuk keperluan jahat para
tangan-tangan biadab. Dan itulah sebabnya aku berada disini. Aku selalu
berharap, mereka menggunakan aku untuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN)”
Aku
sama sekali tak menyangka, Kakek ini rela berjalan sejauh 3 bulan perjalanan
untuk tidak digunakan jadi bahan penghancur.
“Kek,
Kakek bisa ceritain bagaimana kisah kejadian bom atom di Bangsa Radon 100 tahun
yang lalu?” tanyaku dengan rasa ingin tahu.
Dengan
wajah yang dingin dan lusuh, Kakek itu mulai bercerita.
“Jadi
begini kisahnya. Lebih dari 100 tahun yang lalu, Bangsa itu terus menyerang
dengan radiasinya, menyebabkan penyakit kanker kepada Negeri lain sehingga
banyak memakan korban. Radon memiliki jari-jari 145 pm, energi ionisasi 1040
kJ/mol, waktu paruh 3,8 hari, berjari-jari 86 dan dia berada di periode ke 7.
Dengan sifat radioaktifnya, dia terus menyebabkan kematian di Negeri lain."
Dia
diam tanpa bicara sedikitpun, matanya mulai melototi jalanan yang ada di depan
toko Pak Karbon. dengan menarik nafas yang panjang, si Kakek tua itupun mulai
melanjutkan ceritanya.
"Banyak
Negeri yang tak suka dengan Bangsa Radon dan tak menyukai perang, termasuk
diriku. Perang terus berlangsung hampir 3 abad lamanya, banyak unsur yang
musnah. Namun, pada suatu ketika kira-kira tepatnya pada tahun 1728, ada sebuah
Negeri yang ingin mengakhiri perang ini, yaitu Negeri Laktanida. Mereka
mempunyai sebuah ide, yaitu memusnahkan Bangsa Radon.”
Aku
tak menyangka, bahwa dulunya tabel periodik memiliki kisah yang luar biasa di
masa lalunya. Namun ada yang mengganjal dalam pikiranku,
"Kek,
bagaimana Negeri Laktanida menghacurkan Bangsa Radon?"
Kakek
tua itupun mulai diam, mencoba mengumpulkan serpihan memori yang pernah ia
ingat. Dengan menarik nafas yang panjang, dia menjawab,
"Mereka
adalah Bangsa yang mempunyai peradaban yang tinggi pada masa itu. Mereka
mempunyai ide dengan membuat sebuah bom yang sekarang namanya bom atom dengan
memfaatkan energi massa. Waktu itu mereka memilih Uranium-235(U-235) dan
plutonium-239 (Pu-239) sebagai bahan dasar untuk reaksi fisi nuklir. Kami
dirancang untuk mencapai supercritical
mass dengan menabrakkan kami dengan bahan sub-critical terhadap butiran lainnya. Sehingga kami bisa
menghasilkan daya ledak yang sangat besar bahkan bisa berjuta kali bom TNT.
Waktu itu nama bom atom yang digunakan adalah little boy.”
Aku
sangat tercengang mendengar cerita si Kakek tua itu. Ceritanya sangat luar
biasa bagiku, karena aku belum pernah mendengar cerita itu sebelumnya.
“Terimakasih
banyak ya Kek, atas ceritanya.” ujarku dengan wajah tak menyangka.
Kakek
cuman mengangguk wajahnya sekali.
Akupun
masuk ke dalam toko untuk mengambil kayu bakar. Tak lama berada dalam toko, Pak
Karbonpun keluar membawa 5 ikat kayu bakar. Aku membayar kayu bakar tersebut
dan langsung pulang ke rumah dengan segera.
***
Sumber :
Anonim. 2013. Kisah
Sang Uranium. http://ison701.blogspot.co.id/2013/12/cerpen-kimia-kisah-sang-uranium_4.html. (Diakses tanggal 02 Juni 2016)
OLEH : ALINA
NIM : ACC 114
008
Comments
Post a Comment